Bireuen — Polemik pungutan pendaftaran ulang siswa baru tahun ajaran 2025/2026 di lingkungan Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) di Bireuen, Aceh, menyita perhatian publik. Sejumlah orang tua mengeluhkan adanya biaya pendaftaran mencapai Rp500 ribu yang dinilai memberatkan dan minim transparansi. Bahkan, tak sedikit yang memilih membatalkan pendaftaran anak mereka.
Salah satu wali murid, Sofyan, mengaku kecewa setelah mengetahui rincian biaya yang harus dibayarkan saat daftar ulang.
“Jumlahnya tinggi, dan tidak dijelaskan secara rinci akan digunakan untuk apa saja,” ujarnya.
Keluhan serupa datang dari Muhammad, orang tua calon siswa MTsN 8 Bireuen. Ia mengatakan tidak ada opsi cicilan dan pembayaran penuh menjadi syarat utama pencatatan siswa resmi.
“Karena kondisi ekonomi kami yang pas-pasan, kami akhirnya membatalkan pendaftaran dan mengalihkan ke UPTD SMPN 1 Jeunieb,” tuturnya.
Beban biaya makin terasa bagi orang tua yang memiliki lebih dari satu anak. Seorang warga lainnya yang mendaftarkan anak kembar menyebutkan, “Saya harus menyediakan Rp1 juta dalam waktu singkat. Uang sebanyak itu dari mana saya dapatkan?”
Melansir reaksinews.id, Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Bireuen, Dr. H. Zulkifli, S.Ag., M.Pd., yang menegaskan bahwa madrasah tidak diperbolehkan melakukan pungutan di luar ketentuan regulasi. Ia menyebutkan bahwa setiap pungutan harus melewati musyawarah dengan komite sekolah dan masyarakat, serta dibarengi transparansi.
“Pendanaan pendidikan idealnya bersumber dari pemerintah pusat, daerah, dan masyarakat. Tapi masyarakat tidak boleh dibebani secara sepihak, apalagi tanpa kejelasan penggunaan dana,” tegasnya, dikutip Senin (30/06/2025).
Terkait pengadaan atribut seperti baju olahraga, batik, dan kartu siswa, Zulkifli menjelaskan bahwa koperasi dan komite dapat menjadi mitra resmi asalkan melalui mekanisme yang sah. Ia menambahkan bahwa pihak Kemenag akan melakukan peninjauan terhadap seluruh madrasah di Bireuen guna memastikan tidak ada pelanggaran yang terjadi.
“Jika memang diperlukan kebijakan terkait kebutuhan siswa, maka harus berdasarkan musyawarah dan dilandasi regulasi. Kami mengimbau semua pihak untuk bertindak bijak dan profesional,” pungkasnya.
Kebijakan pungutan sekolah, khususnya di lembaga pendidikan negeri seperti MTsN, terus menjadi sorotan karena menyangkut akses pendidikan yang merata dan adil. Pemerintah diharapkan hadir untuk mengatur batas kewajaran pungutan serta memastikan semua anak berhak mendapat pendidikan tanpa hambatan biaya. (mis)