Kisah Kelam Baekuni Babe, Pembunuh Berantai Anak Jalanan yang Dihukum Mati
![]() |
| Baekuni alias Babe saat menjalani persidangan kasus pembunuhan berantai terhadap anak jalanan. [Foto: Istimewa] |
Jakarta, relasinasional.com — Nama Baekuni alias Babe tercatat sebagai salah satu pembunuh berantai paling sadis dalam sejarah kriminal Indonesia. Pria asal Magelang ini menghabisi sedikitnya 15 anak jalanan sebelum akhirnya dijatuhi hukuman mati pada 2010.
Baekuni lahir di Magelang, Jawa Tengah, pada 6 September 1960. Hidupnya keras sejak kecil, terbiasa menggelandang di jalanan. Demi bertahan hidup, ia sempat berjualan siomay dan mengamen. Dari kehidupan jalanan itulah ia kemudian dekat dengan komunitas anak-anak terlantar — yang kelak justru menjadi target kejahatannya sendiri.
Kasus mengerikan ini terbongkar pada Januari 2010, saat potongan tubuh seorang anak bernama Ardiansyah ditemukan di Jakarta Timur. Polisi menelusuri jejak pelaku dan akhirnya menangkap Baekuni di kontrakannya kawasan Pulo Gadung, Jakarta Timur, pada 9 Januari 2010.
Dalam pemeriksaan, Baekuni mengaku telah melakukan sodomi dan pembunuhan terhadap anak-anak sejak 1993. Ia menargetkan bocah laki-laki berusia 8–12 tahun, membujuk mereka dengan iming-iming uang, makanan, atau tempat tinggal. Setelah korban dibujuk, ia melakukan pelecehan seksual, lalu membunuh bahkan memutilasi sebagian korban untuk menghilangkan jejak.
Menurut Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), sedikitnya 15 anak jalanan menjadi korban kebiadaban Baekuni. Sebagian besar sulit diidentifikasi karena mereka hidup tanpa identitas resmi di jalanan.
Proses hukum Baekuni berlangsung panjang. Jaksa menuntut hukuman mati, namun Pengadilan Negeri Jakarta Timur pada 6 Oktober 2010 menjatuhkan hukuman seumur hidup. Tak puas, jaksa mengajukan banding. Hasilnya, Pengadilan Tinggi Jakarta mengubah vonis tersebut menjadi hukuman mati pada Desember 2010.
Upaya kasasi pun dilakukan tim pembela Baekuni, namun Mahkamah Agung menolak permohonan itu. Dalam putusan nomor 493 K/PID/2011, MA menguatkan hukuman mati yang dijatuhkan kepadanya.
Kasus Baekuni mengguncang publik. Banyak pakar kriminologi menilai aksi keji ini bahkan lebih brutal dari Ryan Jombang atau Robot Gedek, dua pembunuh berantai yang lebih dulu terkenal. Kasus ini juga membuka mata publik tentang kerentanan anak-anak jalanan, yang mudah dijadikan sasaran kejahatan karena hidup tanpa pengawasan dan identitas hukum.
Dari sisi psikologi forensik, Baekuni disebut menyimpan trauma masa kecil mendalam. Ia diketahui pernah menjadi korban pelecehan saat masih kecil, dan luka psikologis itu berkembang menjadi perilaku menyimpang hingga kejahatan ekstrem.
Kini, bertahun-tahun setelah vonis dijatuhkan, nama Baekuni alias Babe tetap menghantui ingatan masyarakat. Ia bukan sekadar pembunuh, tapi simbol gelap dari sisi kemanusiaan yang hilang. Hukuman mati yang diterimanya dianggap layak — bukan sekadar balasan, tetapi peringatan agar tragedi serupa tak pernah terulang lagi.

