KPK Tahan Komisaris Utama Swasta Kasus Korupsi Gas Rp240 Miliar
Jakarta, relasinasional.com — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan AS, Komisaris Utama PT IAE (swasta), sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi jual-beli gas di lingkungan PT Perusahaan Gas Negara (PGN) tahun anggaran 2017–2021. Akibat perbuatan itu, negara diperkirakan merugi hingga USD15 juta atau sekitar Rp240 miliar.
Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, mengatakan penahanan dilakukan untuk kepentingan penyidikan selama 20 hari pertama, sejak 21 Oktober hingga 9 November 2025 di Rutan Cabang KPK.
“Penahanan dilakukan untuk kebutuhan penyidikan selama 20 hari pertama, terhitung sejak 21 Oktober hingga 9 November 2025 di Rutan Cabang KPK,” ujar Asep dalam keterangan resmi, dikutip dari Infopublik.id, Kamis (23/10/2025).
Sebelum AS, KPK telah lebih dulu menahan tiga tersangka lain, yaitu ISW selaku Komisaris PT IAE, DP selaku Direktur Komersial PT PGN, dan HPS yang merupakan mantan Direktur Utama PT PGN. Dengan demikian, total empat orang kini resmi ditahan dalam perkara ini.
KPK menilai praktik korupsi di sektor energi memiliki dampak besar terhadap hilangnya potensi penerimaan negara serta menghambat upaya pemerintah mewujudkan ketahanan energi nasional. Kasus ini menjadi peringatan keras bagi pelaku usaha di bidang sumber daya alam agar mengedepankan transparansi dan akuntabilitas.
Konstruksi perkara berawal dari pertemuan antara AS dan HPS yang membahas kerja sama jual-beli gas dengan opsi akuisisi perusahaan antara PT IAE dan PT PGN. Dalam kesepakatan itu, dilakukan pembayaran advance payment senilai USD15 juta. AS diduga memberikan komitmen fee sebesar SGD500 ribu kepada HPS agar proses kerja sama tersebut berjalan lancar.
Dugaan praktik suap tersebut kemudian menimbulkan kerugian keuangan negara dan menjadi dasar penyidikan oleh KPK. Penegak hukum menduga, uang hasil komitmen fee digunakan untuk kepentingan pribadi dan perusahaan tertentu yang terkait dengan proyek gas tersebut.
Atas perbuatannya, AS dijerat Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
KPK memastikan penyidikan tidak berhenti pada empat tersangka ini. Lembaga antirasuah itu tengah menelusuri aliran dana, aset yang diduga terkait hasil korupsi, serta kemungkinan keterlibatan pihak lain di balik praktik jual-beli gas tersebut.
Asep menegaskan, sektor sumber daya alam (SDA), terutama niaga gas, memiliki peran strategis bagi pembangunan nasional. Karena itu, KPK mengingatkan seluruh pelaku usaha agar menjunjung tinggi integritas, transparansi, dan akuntabilitas dalam setiap proses bisnis.
“Pencegahan dan penindakan korupsi di bidang energi adalah bagian penting dari misi pemerintah membangun ekonomi yang kuat, berkeadilan, dan berkelanjutan,” tegas Asep.
Langkah tegas KPK ini sekaligus mencerminkan dukungan terhadap komitmen pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dalam memperkuat agenda pemberantasan korupsi sebagai bagian dari reformasi struktural nasional.
Memasuki satu tahun masa pemerintahan Prabowo–Gibran, momentum konsolidasi tata kelola pemerintahan yang bersih terus diperkuat, termasuk di sektor strategis seperti energi dan sumber daya alam. KPK menilai, pencegahan dan penindakan korupsi di sektor migas bukan hanya penegakan hukum, tetapi juga bagian dari menjaga keberlanjutan energi nasional dan kepercayaan publik terhadap BUMN. (mis/red)

