IDI Bireuen Soroti Etika dan Tantangan Digitalisasi Dunia Kedokteran

relasinasional
23 Juni 2025 | 00:58 WIB Last Updated 2025-06-22T17:58:07Z

 

Ketua IDI Bireuen memberikan sambutan pada pembukaan Musyawarah Wilayah IDI Aceh 2025 di Aula Fakultas Kedokteran Universitas Almuslim, Bireuen, di hadapan para peserta dari seluruh Aceh.
Ketua IDI Cabang Bireuen, dr. Zumirda, Sp.B, FINACS, FICS, menyampaikan sambutan dalam pembukaan Musyawarah Wilayah (Muswil) IDI Wilayah Aceh Tahun 2025 yang digelar di Aula Ampon Syiek Peudangan, Fakultas Kedokteran Universitas Almuslim, Bireuen, Sabtu malam, 21 Juni 2025. Acara tersebut dihadiri perwakilan PB IDI, Ketua IDI Wilayah Aceh, serta pengurus IDI cabang se-Aceh.

Bireuen – Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Bireuen, dr. Zumirda, Sp.B, FINACS, FICS, menekankan pentingnya menjaga integritas dan martabat profesi kedokteran dalam menghadapi era digitalisasi yang kian disruptif. Hal ini disampaikan dalam Musyawarah Wilayah (Muswil) IDI Wilayah Aceh Tahun 2025 di Aula Ampon Syiek Peusangan, Fakultas Kedokteran Universitas Almuslim, Sabtu malam (21/6/2025).


Dalam forum strategis ini, hadir perwakilan Pengurus Besar IDI, dr. Utama Abdi Tarigan, Sp.B-RE, Sp.OT(K), Ketua IDI Wilayah Aceh Dr. dr. Safrizal Rahman, Sp.OT, M.Kes, serta jajaran ketua IDI cabang se-Aceh.


dr. Zumirda memaparkan sejumlah isu krusial, termasuk pentingnya digitalisasi organisasi IDI melalui sistem e-registrasi, e-sertifikasi, dan revalidasi kompetensi berbasis teknologi. Namun ia menegaskan bahwa proses ini tidak boleh melunturkan nilai-nilai etik, martabat profesi, dan prinsip kemanusiaan.


"IDI harus menjadi organisasi independen yang bermartabat, menjunjung tinggi profesionalisme, serta mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman tanpa kehilangan nilai-nilai etik," ujar dr. Zumirda.


Menurutnya, tantangan utama dunia kedokteran saat ini bukan hanya soal teknologi seperti Telemedisin atau big data, tetapi juga perubahan relasi dokter-pasien yang berpotensi menurunkan kualitas empati dan komunikasi. Ia juga mengingatkan tentang risiko ketimpangan layanan akibat kesenjangan akses teknologi antara kota dan daerah pedalaman, serta urgensi advokasi berbasis data dalam menghadapi perubahan regulasi seperti UU Kesehatan dan sistem BPJS.


IDI Bireuen juga tampil aktif dalam proses pendirian Fakultas Kedokteran Universitas Almuslim (FK Umuslim). Dalam sambutannya, dr. Zumirda menjelaskan bahwa IDI tidak hanya berperan administratif, melainkan sebagai mitra strategis yang menjaga mutu pendidikan kedokteran.


Kontribusi IDI Bireuen meliputi penyusunan kurikulum sesuai Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI), pendampingan proses akreditasi, pengusulan SDM profesional untuk pengajar, serta menjembatani kemitraan antara FK Almuslim dan rumah sakit pendidikan seperti RSUD dr. Fauziah.


“Peran kami adalah mengawal agar FK Almuslim tidak sekadar berdiri, tetapi benar-benar siap mencetak dokter yang kompeten, beretika, dan berjiwa sosial,” tegasnya.


Di akhir sambutan, dr. Zumirda menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada berbagai pihak yang mendukung pendirian FK Almuslim, mulai dari Rektor Umuslim, Ketua dan Pembina Yayasan Almuslim, Dekan USK, Kepala LLDIKTI XIII Aceh, hingga Bupati Bireuen.


Ia juga memohon arahan dari Ketua IDI Wilayah Aceh dan perwakilan PB IDI untuk memastikan proses pendirian fakultas berjalan lancar dan berkelanjutan.


Dengan komitmen terhadap kolaborasi, inovasi, dan profesionalisme, IDI Bireuen menyatakan siap menjadi garda terdepan dalam menghadapi tantangan kesehatan nasional di era digitalisasi yang dinamis. (mis)

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • IDI Bireuen Soroti Etika dan Tantangan Digitalisasi Dunia Kedokteran

Trending Now