Dokter Pastikan Aspartam Aman, Hoaks di WA Dibantah
![]() |
| Dokter Gia Pratama menjelaskan keamanan aspartam sebagai pemanis buatan di Jakarta. |
Jakarta - Pesan berantai soal aspartam disebut bikin kanker dan rusak otak kembali beredar di WhatsApp. Narasi yang mencatut nama Ikatan Dokter Indonesia (IDI) itu dipastikan hoaks.
Dalam pesan itu disebut sejumlah merek minuman sehat bisa menyebabkan pengerasan otak hingga kerusakan sumsum tulang. Bahkan, pesan ini dilengkapi nama dokter yang ternyata tak terdaftar di IDI.
"IDI tidak pernah mengeluarkan rilis soal daftar minuman penyebab kanker. Semua pernyataan resmi hanya melalui kanal resmi dengan kop surat dan tanda tangan Ketua Umum," tegas IDI dalam klarifikasinya.
Hoaks serupa sudah berulang kali muncul dan menimbulkan kepanikan, disinformasi, serta merusak kepercayaan publik terhadap edukasi kesehatan.
Aspartam sendiri merupakan pemanis buatan rendah kalori yang sudah digunakan secara global lebih dari 40 tahun. Rasa manisnya 200 kali lebih kuat dari gula, sehingga cukup dipakai sedikit. Banyak produk seperti minuman ringan, suplemen, hingga obat-obatan memakai aspartam untuk mengurangi kalori.
Dokter Gia Pratama, kreator konten kesehatan sekaligus Kepala IGD di salah satu rumah sakit di Jakarta Selatan, menegaskan aspartam aman dan bermanfaat bagi yang ingin mengurangi gula.
"Penggunaan aspartam cukup umum, terutama di kalangan individu yang sedang menjalani program penurunan berat badan," jelas dr Gia.
“Zat ini bisa menjadi bagian dari strategi transisi dalam usaha mengurangi asupan gula, tanpa menghilangkan sepenuhnya rasa manis dari makanan atau minuman,” sambungnya.
Aspartam juga termasuk salah satu bahan tambahan yang paling banyak diteliti. Badan POM RI, FDA Amerika Serikat, EFSA Eropa, dan WHO sama-sama menyatakan aspartam aman dikonsumsi selama sesuai batas wajar.
“Saya ingin menekankan pentingnya edukasi publik terkait konsumsi pemanis buatan. Penggunaan aspartam tetap perlu disesuaikan dengan kondisi kesehatan, dan tentunya sebaiknya dikonsumsi dalam batas wajar,” imbuh dr Gia.
Penyebar hoaks bisa dijerat UU ITE pasal 28 ayat 1 dengan ancaman penjara hingga 6 tahun atau denda Rp1 miliar.
"Menjadi sehat tidak cukup dengan menjauhi gula, karbohidrat, atau bahan kimia, tapi juga dengan menjauhi informasi yang menyesatkan. Di tengah derasnya arus hoaks, sikap kritis adalah bagian dari gaya hidup sehat,” tutup dr Gia.
Kalau ragu soal informasi kesehatan, jangan tanya ke grup chat. Cek ke sumber tepercaya seperti BPOM, WHO, atau tenaga medis profesional. (martinus)

