Bantuan Fakir Uzur 2025: Ribet Link Online, Rakyat Miskin Terpinggirkan
![]() |
| Banner program Bantuan Fakir Uzur 2025 dengan syarat pendaftaran via link online. Ironisnya, target penerima justru Fakir Uzur yang tak akrab dengan teknologi. |
Bireuen — Banner program Bantuan Fakir Uzur Tahun 2025 ini memang terlihat megah, penuh wajah pejabat, bahkan link pendaftaran dipasang besar-besaran. Tapi ada satu hal yang sangat ironis: target utama program ini adalah fakir uzur—kelompok masyarakat yang justru paling tidak akrab dengan smartphone, internet, apalagi form online.
Bayangkan seorang nenek renta di pelosok desa, jangankan mengisi link Google Form, menyalakan HP saja sering tak sanggup. Apakah mereka mau dipaksa minta bantuan anak atau tetangga untuk mendaftar? Kalau iya, itu artinya negara tidak hadir secara nyata, hanya melempar beban administratif kepada rakyat kecil.
Program sosial semestinya pro-rakyat, bukan pro-birokrasi. Kalau benar niatnya membantu fakir uzur, pendataan seharusnya dilakukan lewat kepala desa atau perangkat gampong. Aparatur desa tahu persis siapa warganya yang pantas menerima, siapa yang benar-benar fakir, siapa yang sudah uzur dan tak lagi punya daya.
Mengapa harus ribet dengan link? Mengapa lebih mementingkan formalitas online daripada efektivitas bantuan? Jangan sampai program ini hanya jadi panggung pencitraan pejabat di spanduk, sementara fakir uzur tetap terpinggirkan karena tidak bisa menembus tembok digital.
Bantuan untuk fakir uzur bukan soal teknologi, tapi soal kepedulian nyata. Kalau pola ini tidak diubah, maka yang benar-benar layak bisa saja terlewat, sementara yang melek teknologi tapi tidak terlalu membutuhkan justru lolos.
Ingat, fakir uzur butuh sentuhan manusia, bukan sekadar link pendaftaran.
Sudah saatnya pemerintah daerah berhenti terjebak pada gaya “modernisasi semu” lewat link dan aplikasi, tapi kembali ke akar: menjangkau rakyat lewat jalur desa, agar bantuan benar-benar tepat sasaran dan bermakna.
(mis)

