BREAKING NEWS
iklan

Saham SSIA Melonjak Usai Konglomerat Masuk, Apa Prospeknya?

Grafik pergerakan saham SSIA dengan kenaikan harga signifikan pada tahun 2025.
Grafik pergerakan saham PT Surya Semesta Internusa Tbk (SSIA) yang menunjukkan lonjakan harga signifikan pada 2025.

 Jakarta — Saham PT Surya Semesta Internusa Tbk (SSIA) terus mencuri perhatian pasar modal. Harga sahamnya melonjak hampir dua kali lipat dalam tiga bulan terakhir setelah Grup Djarum dan taipan energi Prajogo Pangestu lewat Grup Barito resmi membeli saham emiten properti, konstruksi, dan perhotelan ini.


Pada perdagangan 9 September 2025, saham SSIA ditutup di Rp2.140 per saham. Kapitalisasi pasarnya tercatat sekitar Rp9,89 triliun. Dalam setahun terakhir, harga saham SSIA berfluktuasi tajam, dengan rentang Rp700 hingga Rp3.160. Kenaikan drastis dipicu oleh euforia akuisisi konglomerat besar dan optimisme atas proyek strategis Subang Smartpolitan.




Kinerja Keuangan Tertekan


Meski harga saham melesat, laporan keuangan SSIA semester I-2025 menunjukkan penurunan tajam. Perseroan membukukan rugi bersih Rp32,3 miliar pada kuartal II-2025, berbalik dari laba Rp105,6 miliar pada periode sama tahun lalu. Secara kumulatif hingga Juni 2025, SSIA mencatat rugi Rp32,34 miliar, padahal di semester I-2024 masih untung Rp105,62 miliar.


Manajemen menyebut pelemahan kinerja disebabkan renovasi Hotel Melia Bali yang menekan pendapatan segmen perhotelan serta kontrak baru di anak usaha konstruksi PT Nusa Raya Cipta Tbk (NRCA) yang melambat. Meski begitu, SSIA masih memproyeksikan laba bersih akhir 2025 sekitar Rp200 miliar, turun 14,5% dibanding capaian 2024 yang mencapai Rp234 miliar.


Fundamental perusahaan dinilai tetap sehat. Rasio utang terhadap ekuitas (DER) menurun tajam menjadi 24% per Juni 2025, dari 63% pada 2023.




Sentimen Positif dari Proyek Subang Smartpolitan


Proyek andalan SSIA, Subang Smartpolitan, dinilai menjadi katalis utama pertumbuhan. Harga lahan di kawasan industri ini sudah mencapai USD120 per meter persegi, naik 50% dari tahun sebelumnya. Perseroan juga menjalin kerja sama dengan perusahaan global, termasuk raksasa otomotif asal Tiongkok BYD yang telah membeli 108 hektare lahan.


Selain itu, pembangunan Jalan Tol Patimban yang ditargetkan selesai 2026 bakal memperkuat nilai kawasan dengan memangkas waktu tempuh ke pelabuhan. Investor menilai infrastruktur ini bisa mendongkrak penjualan lahan SSIA di tahun-tahun mendatang.




Potensi Masuk MSCI Small Cap


Analis menilai aksi masuknya konglomerat besar membuka peluang SSIA masuk dalam indeks MSCI Small Cap. Jika terjadi, hal ini akan meningkatkan visibilitas di mata investor global dan memicu aliran dana dari reksa dana indeks internasional.


Manajemen SSIA juga berkomitmen tetap membagikan dividen dengan payout ratio sekitar 30% meski laba diproyeksikan menurun. Janji ini menjadi daya tarik bagi investor yang mencari pendapatan pasif.




Risiko Masih Membayangi


Meski prospeknya menjanjikan, ada sejumlah risiko yang perlu dicermati. Penurunan laba tahun ini menunjukkan tantangan operasional, terutama di sektor hotel dan konstruksi. Potensi keterlambatan infrastruktur, seperti tol Patimban, juga bisa menekan penjualan lahan Subang Smartpolitan. Selain itu, dinamika regulasi di sektor properti dapat memengaruhi kinerja jangka panjang perusahaan.




Prospek Jangka Panjang


Dengan dukungan konglomerat besar, proyek Subang Smartpolitan, serta peluang masuk indeks global, saham SSIA dinilai memiliki prospek jangka panjang yang cerah. Namun, investor disarankan tetap mewaspadai risiko jangka pendek dan memantau perkembangan laporan keuangan serta progres proyek utama.

Berita Terbaru
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image